Kamis, 05 Desember 2013

The Heirs : Tetaplah di Sisiku

“Jangan menangis di tempat aku tak ada di sisimu,” bisiknya sambil memelukku. Aku menghirup wangi aftershave-nya, dan mencoba menyimpannya dalam ingatanku. “Berjanjilah padaku untuk tak pergi kemanapun.”
 
 

Aku tak berani mengucapkan sepatah katapun, karena itu akan menjadi dusta. Aku hanya bisa menelan air mata yang hampir keluar dan memeluknya lebih erat, memberi isyarat betapa aku sangat mencintainya. Tapi aku tak punya pilihan lain selain meninggalkannya.

Tiket itu telah menjadi serpihan, dan aku tak dapat menyatukannya kembali. Pasporku pun juga telah lenyap. Tapi walau aku miskin dan tak memiliki apapun, tapi ada harga diri yang tersisa. Aku akan memegang janjiku. Aku akan menghilang dari keluarga itu, dari teman-temanku, terutama dari hadapannya. Orang yang paling aku cintai.

Rumah di tepi pantai. Di sinilah aku sekarang.Tempat paling jauh yang bisa kucapai tanpa paspor. Tempat terpencil yang membuat hatiku damai tapi juga sepi. Tempat yang hening dimana semut pun bisa mendengar isak tangisku, sehingga aku tak berani untuk mengeluarkan air mata.

Samar-samar aku mencium wangi yang menghantui pikiranku selama beberapa hari ini. Aftershave mahal yang setara dengan upahku bekerja di restoran selama 3 bulan. Aku pelan-pelan berbalik dan melihatnya. Berbaju putih dan terlihat sangat tampan, seolah ia muncul begitu saja dari buku dongeng.

Aku tak percaya melihatnya, bagaimana mungkin ia bisa menemukanku? Sekejap, kerinduan yang selama ini kupendam seakan meluap, membanjiri hatiku. Membasahi mataku, “Kamu.. bagaimana.. ?”

“Sudah kukatakan, jangan menangis saat aku tak ada di sisimu,” tanpa merasa buru-buru, ia berjalan dan menghampiriku dengan senyumannya. Senyum yang terus aku ingat.

Seperti ada yang memaku kakiku agar tak lari, aku tak bisa bergerak. Aku gemetar, antara cemas dan bahagia. Ia terus berjalan mendekatiku, tapi sepertinya ia tak kunjung sampai di hadapanku. 

Dunia seakan berhenti saat ia berada dihadapanku dan berkata, “Aku telah datang menjemputmu.”

Bibiipp.. bibiiipp.. bibiipp..

Aku membuka mata dan meraih jam di meja, mematikannya.  Kenapa jam itu membangunkanku di saat-saat seperti ini? Ia belum sempat memelukku. Aku ingin merasakan pelukannya sekali lagi. Aku ingin merasakan kecupan di keningku. Tapi ya sudahlah... 

Aku mengambil foto dari laci dan tersenyum. Senang bertemu kembali denganmu dalam mimpku. 

Matahari belum muncul, walau semburat sinarnya sudah mulai memecah kegelapan. Aku membuka tirai jendela dan ada dreamcatcher yang tergantung di sana, saat itu juga merasa bersyukur. Tak terhitung berapa ratus kali aku mendapatkan mimpi indah karenanya. 

Tapi tak ada waktu lagi untuk bermimpi setelah aku bangun. 

Lima tahun yang lalu aku telah meninggalkannya. Berbeda dengan ia yang ada di mimpiku, pada kenyataannya ia tak pernah datang untuk menjemputku. Karena aku benar-benar menghilang dari hadapannya. Memutus semua hubungan dengan masa laluku.

Dan karena itulah aku sekarang ada di sini. Bersama ibu dan kakakku. Menjalani hidup tanpa mimpi di siang hari namun semuanya terbayar saat aku tidur dan bermimpi indah tentangnya di malam hari.

Setelah mandi dan sarapan dengan makanan yang disiapkan ibuku semalam, aku pun berangkat. Kubuka pintu apartemen dan menuruni tangga gedung menuju kota yang bahkan belum bangun, hanya suara sirene yang meraung-raung terdengar dari kejauhan. 

Bueones Aires.. Annyeonghaseyo…
aku paling suka sama postingan mba Dee yang ini, menyentuh banget, makanya aku masukkin di blog ku,,, :))


sumber : http://www.kutudrama.com/2013/12/tetaplah-di-sisiku.html#more

Tidak ada komentar:

Posting Komentar