“Jangan
menangis di tempat aku tak ada di sisimu,” bisiknya sambil memelukku. Aku menghirup
wangi aftershave-nya, dan mencoba menyimpannya dalam ingatanku. “Berjanjilah padaku
untuk tak pergi kemanapun.”
Aku tak
berani mengucapkan sepatah katapun, karena itu akan menjadi dusta. Aku hanya
bisa menelan air mata yang hampir keluar dan memeluknya lebih erat, memberi isyarat betapa aku sangat mencintainya. Tapi
aku tak punya pilihan lain selain meninggalkannya.
Tiket itu
telah menjadi serpihan, dan aku tak dapat menyatukannya kembali. Pasporku pun juga
telah lenyap. Tapi walau aku miskin dan tak memiliki apapun, tapi ada harga
diri yang tersisa. Aku akan memegang janjiku. Aku akan menghilang dari keluarga
itu, dari teman-temanku, terutama dari hadapannya. Orang yang paling aku cintai.
Rumah di tepi
pantai. Di sinilah aku sekarang.Tempat paling jauh yang bisa kucapai tanpa
paspor. Tempat terpencil yang membuat hatiku damai tapi juga sepi. Tempat yang
hening dimana semut pun bisa mendengar isak tangisku, sehingga aku tak berani
untuk mengeluarkan air mata.
Samar-samar
aku mencium wangi yang menghantui pikiranku selama beberapa hari ini. Aftershave
mahal yang setara dengan upahku bekerja di restoran selama 3 bulan. Aku
pelan-pelan berbalik dan melihatnya. Berbaju putih dan terlihat sangat tampan,
seolah ia muncul begitu saja dari buku dongeng.
Aku tak
percaya melihatnya, bagaimana mungkin ia bisa menemukanku? Sekejap, kerinduan
yang selama ini kupendam seakan meluap, membanjiri hatiku. Membasahi mataku, “Kamu..
bagaimana.. ?”
“Sudah
kukatakan, jangan menangis saat aku tak ada di sisimu,” tanpa merasa buru-buru,
ia berjalan dan menghampiriku dengan senyumannya. Senyum yang terus aku ingat.
Seperti ada
yang memaku kakiku agar tak lari, aku tak bisa bergerak. Aku gemetar, antara cemas dan bahagia. Ia
terus berjalan mendekatiku, tapi sepertinya ia tak kunjung sampai di hadapanku.
Dunia seakan berhenti saat ia berada dihadapanku dan berkata, “Aku telah datang menjemputmu.”
Dunia seakan berhenti saat ia berada dihadapanku dan berkata, “Aku telah datang menjemputmu.”
Bibiipp..
bibiiipp.. bibiipp..
Aku
membuka
mata dan meraih jam di meja, mematikannya. Kenapa jam itu
membangunkanku di saat-saat seperti ini? Ia belum sempat memelukku. Aku
ingin merasakan pelukannya sekali lagi. Aku ingin merasakan kecupan di
keningku. Tapi ya sudahlah...
Aku mengambil foto dari laci dan tersenyum. Senang bertemu kembali denganmu dalam mimpku.
Matahari belum muncul, walau
semburat sinarnya sudah mulai memecah kegelapan. Aku membuka tirai jendela dan ada dreamcatcher
yang tergantung di sana, saat itu juga merasa bersyukur. Tak terhitung berapa ratus
kali aku mendapatkan mimpi indah karenanya.
Tapi tak ada
waktu lagi untuk bermimpi setelah aku bangun.
Lima tahun yang lalu aku telah meninggalkannya. Berbeda dengan ia yang ada di mimpiku, pada kenyataannya ia tak pernah datang
untuk menjemputku. Karena aku benar-benar menghilang dari hadapannya. Memutus semua
hubungan dengan masa laluku.
Dan karena itulah
aku sekarang ada di sini. Bersama ibu dan kakakku. Menjalani hidup tanpa mimpi
di siang hari namun semuanya terbayar saat aku tidur dan bermimpi indah
tentangnya di malam hari.
Setelah mandi dan sarapan dengan makanan yang disiapkan ibuku semalam, aku pun berangkat. Kubuka pintu
apartemen dan menuruni tangga gedung menuju kota yang bahkan belum bangun,
hanya suara sirene yang meraung-raung terdengar dari kejauhan.
aku paling suka sama postingan mba Dee yang ini, menyentuh banget, makanya aku masukkin di blog ku,,, :))
sumber : http://www.kutudrama.com/2013/12/tetaplah-di-sisiku.html#more
Tidak ada komentar:
Posting Komentar